Kamis, 28 Oktober 2010

tsunami mentawai

]erami mentawai


Pulau Pagai, Mentawai, Sumatera Barat
PADANG - Jumlah korban tewas akibat sapuan gelombang tsunami di Mentawai Sumatera Barat terus bertambah. Berdasarkan data Posko Penanggulangan Bencana Gempa dan Tsunami Mentawai hingga tercatat jumlah korban tewas mencapai 370 jiwa dan 338 orang dinyatakan masih hilang.

Untuk di kecamatan Sipora Selatan ada dua desa yang diterjang gempa dan tsunami, di Desa Bosua dan Desa Beriulou. Di Desa Bosua, Dusun Bosua sebanyak 6 orang meninggal dan 4 orang hilang.


Sementara yang luka berat di dusun tersebut ada 15 orang dan luka ringan. Dusun Gobik ada 9 orang tewas. Di Desa Beriulou, Dusun Masokut sebanyak 7 orang tewas dan Dusun Beriulou ada 19 orang tewas dan 4 orang hilang. Di kecamatan Pagai Selatan di wilayah Desa Malakkopa, 22 orang tewas dan 7 orang hilang.


Sementara di Dusun Beleraksok, sementara luka berat 27 orang dan luka ringan 25 orang. Masih di Desa Malakkopa dusun Takparaboat ada sebanyak 27 orang dinyatakan tewas dan 14 orang hilang, sedangkan yang mengalami luka berat 38 dan 18 orang luka ringan.


Kecamatan Pagai Selatan, Desa Bulasat, 1 orang di Dusun Bulasat tewas, 9 luka berat dan 4 luka ringan. Di Dusun Purourogat sebanyak 64 orang tewas, 11 hilang, 23 luka berat dan 9 orang luka ringan. Di Dusun Maonai 36 orang tewas, 17 orang hilang, 23 luka berat dan 9 orang luka ringan.

Sementara di Kecamatan Pagai Utara yang berdekatan dengan pusat gempa terutama di Desa Betumonga ada 88 orang tewas dan 92 masih hilang di daerah Dusun Muntei, sedangkan luka berat di daerah tersebut ada sebanyak 62 orang dan luka ringan 27 orang.

Desa Betumonga, Dusun Sabeuguggung ada sebanyak 75 orang tewas, 183 orang hilang, 37 luka berat dan 25 luka ringan. Sedangkan di Desa Silabu, Dusun Maguiruk ada 1 orang tewas, Dusun Gogoa 5 orang tewas dan 4 orang hilang, tapi di Dusun Tumale 1 orang dinyatakan hilang.


Di Kecamatan Sikakap disini tempat posko utama ini juga ada korban jiwa, tapi jumlahnya lebih kecil seperti di Desa Taikako, Dusun Muara Taikako korban tewas 1 orang dan hilang 1 orang. Di Dusun Bulakmonga 5 orang tewas, di Dusun Rua Monga ada 1 orang tewas, sedangkan di Dusun Sikautek 1 orang tewas dan Dusun Silakoinan sebanyak 2 orang tewas.


Total keseluruhan dari posko penanggulangan bencana  ini juga mencatat 264 orang luka berat dan 140 orang luka ringan. Sedangkan jumlah warga yang mengungsi sebanyak empat ribu orang tersebar di empat kecamatan tersebut dan semuanya ada di bukit.
(fer)
 
 

Jumat, 29/10/2010 02:39 WIB
Bayi 18 Bulan Selamat dari Gulungan Tsunami Mentawai 
Fajar Pratama - detikNews



Mentawai - Ada kisah menakjubkan di balik ganasnya gulungan tsunami di Kabupaten Mentawai yang menewaskan ratusan orang. Seorang bayi laki-laki berusia 18 bulan selamat setelah berada di rumpun pepohonan selama tiga hari.

Seperti dilansir dari cbsnews, Kamis (28/10/2010), sang penyelamat bayi tersebut adalah seorang anak berusia 10 tahun yang awalnya mendengar tangisan bayi di rumpun pepohonan pada pantai Pagai Selatan, Mentawai. Anak tersebut lantas membawa bayi itu ke puskesmas terdekat.

Petugas kesehatan, Hermansyah mengatakan bayi tersebut mengalami luka di kepala. Hermasyah juga memastikan bahwa kedua orang tua bayi tersebut telah meninggal dunia.

Kisah ini hanya merupakan satu dari sekian banyak kisah pilu di balik gulungan ombak tsunami yang menyapu beberapa daerah di Kepulauan Mentawai. Korban jiwa dan yang masih belum ditemukan terus bertambah.

Data yang diperoleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) korban tewas mencapai 394 jiwa dan yang hilang 312 orang.

Gempa 7,2 SR mengguncang Kepulauan Mentawai, Senin (25/10) kemarin. Tsunami menyapu 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Sikakap, Pagai Utara, Pagai Selatan, dan Sipora Selatan, dilaporkan hilang.

Gempa di Mentawai terjadi pukul 21.40 WIB. BMKB mencabut peringatan tsunami sejam kemudian. Esok siangnya baru ketahuan telah terjadi tsunami setinggi 3-7 meter di Kepulauan Mentawai.

 

Marzuki Ali Didesak Minta Maaf pada Korban Tsunami

Ketua DPR Marzuki Alie. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO Interaktif, Padang - Aliansi NGO di Sumatera Barat mendesak Ketua DPR RI Marzuki Ali segera meminta maaf kepada seluruh korban tsunami di Kepulauan Mentawai.

Desakan aliansi NGO yang tergabung dalam “Posko Lumbung Derma dan Jaringan Peduli Gempa Tsunami Mentawai” itu disampaikan terkait pernyataan tidak simpati Marzuki yang dimuat beberapa media terhadap musibah yang terjadi di Mentawai. Marzuki dikutip Detikcom dan Kompas.com yang menyalahkan penduduk yang tinggal di pantai rawan tsunami.
“Kami mengutuk pernyataan Marzuki. Pernyataan itu tidak pantas disampaikan seorang Ketua DPR. Ia pimpinan wakil rakyat yang mestinya merasakan penderitaan para korban di Mentawai,” ujar Yosef Sarogdok, Koordinator Posko Lumbung Derma Peduli Gempa Tsunami Mentawai, Kamis (28/10)

Posko Lumbung Derma yang di antaranya beranggotakan LBH Padang dan Walhi Sumbar, melayangkan surat protes keras kepada Marzuki yang dikirimkan hari ini.

Yosef yang juga orang Mentawai mengatakan pernyataan Marzuki memperlihatkan ketiadaan sisa-sisa rasa kemanusian dan kedangkalan pengetahuannya terhadap kondisi Indonesia secara keseluruhan.

“Dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPR dan pribadi, kami meminta Anda untuk meminta maaf kepada keluarga korban, masyarakat Mentawai dan seluruh masyarakat Indonesia yang tinggal di pesisir-pesisir pantai,” katanya.

Pernyataan Marzuki Ali tentang musibah tsunami yang data terakhir menewaskan 343 orang dan 338 hilang dimuat Detik.com dan Kompas Online pada Rabu (27/10)

"Mentawai itu kan pulau. Jauh itu. Pulau kesapu dengan tsunami, ombak besar, konsekuensi kita tinggal di pulaulah," kata Marzuki di Gedung DPR, demikian dikutip Kompas Online.

Sedangkan di Detikcon dikutip: "Kalau tahu berisiko pindah sajalah," imbuhnya. "Kalau rentan dengan tsunami dicarikanlah tempat. Banyak kok di daratan."
 

Rabu, 27 Oktober 2010

mbah marijan tewas

Mbah Maridjan Ditemukan Meninggal Dunia dalam Posisi Sujud di Rumahnya, Gunung Merapi Meletus, 29 Orang Tewas

Posted in Berita Utama by Redaksi on Oktober 28th, 2010
* Wartawan VIVAnews dan Relawan PMI Tewas di Rumah Mbah Maridjan
* Letusan Eksplosif Mengakibatkan Banyak Korban Tewas
* Mbah Maridjan, Menepati Janji Sampai Mati
* Potongan Kulit Manusia Banyak Ditemukan di Sekitar Rumah Mbah Maridjan
Yogyakarta (SIB)
Jumlah korban meninggal dunia akibat letusan Gunung Merapi bertambah menjadi 29 orang, dengan dua jenasah sudah diambil oleh keluarganya dari Instalasi Kedokteran Forensik Rumah Sakit Sardjito.
“Pada hari ini ada empat korban luka bakar yang meninggal dunia sehingga jumlah korban meninggal pun bertambah menjadi 29 orang,” kata Kepala Bagian Hukum dan Humas RS Dr Sardjito Trisno Heru Nugroho di Yogyakarta, Rabu.
Menurut dia, penyebab utama meninggalnya keempat korban tersebut adalah akibat luka bakar yang sangat serius yaitu mencapai lebih dari 70 persen.
Ia mengatakan, pasien dengan luka bakar mencapai lebih dari 60 persen akan sangat sulit ditangani, apalagi korban tersebut adalah korban awan panas yang dimuntahkan oleh Gunung Merapi.
Awan panas yang dimuntahkan Merapi tersebut, lanjut dia, tidak hanya akan menghanguskan jaringan luar tubuh, tetapi juga jaringan pernafasan.
“Oleh karena itu, sejumlah korban mengalami trauma pada saluran pernafasan, sehingga harus dibantu dengan respirator,” lanjut dia.
Keempat korban luka bakar yang meninggal dunia tersebut adalah Ny Pujo (68) warga Umbulharjo yang mengalami luka bakar 70 persen, Bapak Muji (50) warga Sleman yang mengalami luka bakar 89 persen, Bapak Mursiyam (45) warga Pelemsari yang mengalami luka bakar 80 persen, dan Tarno (60) warga Kinahrejo yang mengalami luka bakar 72 persen.
Sebelumnya, 25 nama korban yang meninggal dunia adalah, 1. Sardjiman (L) Kepuharjo, 2. Puji Sarono (P) Pelemsari, 3. Sarno Utomo (L) Pelemsari, 4. Tarno (L) Kinahrejo, 5. Yanto Utomo (L) Kinahrejo, 6. Wahono Suketi (L) Pelemsari, 7. Iwan Nur Cholik (L) Kinahrejo, 8. Sipon (P) Kinahrejo, 9. Yuniawan (L) Cibinong dan sudah diambil keluarganya, 10. Tutur (L) PMI Bantul dan sudah diambil keluarganya.
Sebanyak 10 jenasah yang berada di Instalasi Kedokteran Forensik Dr Sardjito telah diambil oleh pihak keluarga, yaitu Tarno Miharjo, Yanto Utomo, Slamet Ngatiran, Yuniawan, Tutur, Wahono Suketi, Imam Nur Cholik, Ibu Pujo, bayi Nurul, dan Andriyanto.
MBAH MARDIJAN DIPASTIKAN MENINGGAL DUNIA
Juru Kunci Gunung Merapi Mbah Maridjan dipastikan meninggal dunia terkena letusan Gunung Merapi yang melanda Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Selasa (26/10) petang.
“Insya Allah jika melihat ciri-cirinya jenazah itu Mbah Maridjan,” kata Kepala Humas Rumah Sakit (RS) Dr Sardjito Yogyakarta Heru Trisno Nugroho, Rabu.
Salah satu ciri fisik yang dimiliki Mbah Maridjan di antaranya jempol tangan kanan bengkok.
“Selama ini Mbah Maridjan diketahui memiliki jempol tangan kanan bengkok. Namun untuk lebih meyakinkan lagi akan dilakukan tes DNA,” katanya.
Juru Kunci Gunung Merapi Ki Surakso Hargo atau Mbah Maridjan menjadi korban dan ikut tewas akibat semburan awan panas letusan Gunung Merapi, di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (26/10) sore.
Seorang anggota Taruna Siaga Bencana (Tagana) Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman Slamet, mengatakan, saat dilakukan penyisiran Rabu pagi ditemukan sesosok mayat dalam posisi sujud dalam kamar mandi rumah Mbah Maridjan.
Menurut dia, mayat tersebut ditemukan di dalam kamar mandi rumah dengan posisi sujud dan tertimpa reruntuhan tembok dan pohon.
“Biasanya di dalam rumah Mbah Maridjan tersebut hanya ditinggali oleh Mbah Maridjan sendiri,” katanya.
Ia mengatakan, kondisi di dusun sekitar tempat tinggal Mbah Maridjan mengalami kerusakan yang sangat parah, hampir semua rumah dan pepohonan roboh.
“Kerusakan ini akibat terjangan awan panas dan bukan karena material lava,” katanya.
Mbah Maridjan Ditemukan Meninggal Dunia dalam Posisi Sujud di Dapur
Akhirnya misteri keberadaan Mbah Maridjan terpecahkan. Kuncen Gunung Merapi itu ditemukan Tim SAR telah meninggal dunia. Mbah Maridjan meninggal dalam posisi sujud.
“Ditemukan di dapur dalam posisi sujud,” kata anggota Tim SAR, Suseno, saat ditemui di RS Sardjito, Sleman, Yogyakarta, Rabu (27/10).
Tim evakuasi segera membawa jenazah Mbah Maridjan ke tempat yang aman. Jasad Mbah Maridjan yang lahir pada 1927 ini kini tengah diidentifikasi di rumah sakit.
“Tim mengevakuasi Mbah Maridjan sekitar pukul 05.00 WIB,” tambah Suseno.
Pada Senin (26/10) malam sempat tersiar kabar Mbah Maridjan masih hidup. Namun kini setelah tim evakuasi melanjutkan pencarian dipastikan Mbah Maridjan meninggal dunia. Di kawasan rumah Mbah Maridjan, ada 16 orang yang ditemukan tewas.
Jasad Mbah Maridjan Dikenali dari Baju Batiknya, Terdapat Luka Bakar
Juru kunci (kuncen) Gunung Merapi Mbah Maridjan ditemukan tim SAR Yogyakarta telah meninggal dunia. Baju yang biasa dikenakannya mencari ciri kuat bahwa jasad yang penuh luka bakar itu adalah tokoh yang disegani di Merapi tersebut.
“Tubuhnya sudah mengalami luka bakar,” kata anggota Tim SAR, Suseno, saat ditemui di RS Sardjito, Sleman, Yogyakarta, Rabu (27/10).
Tim SAR memeriksa rumah Mbah Maridjan yang hangus dan dipenuhi abu putih sekitar pukul 05.00 WIB. Saat ditemukan, petugas langsung mengenali fisik Mbah Maridjan.
“Dari pakaiannya bisa dikenali, dan kondisi pakaiannya sobek-sobek,” terang Suseno. Baju yang dikenakan pria kelahiran 1927 adalah batik.
Tim evakuasi yang turun pada Rabu pagi adalah tim yang kedua. Sebelumnya pada Senin (26/10) malam tim tidak sampai memeriksa ke dalam rumah. Tim segera turun mengingat kondisi gelap.
Wakil Bupati Sleman Yuni Satia Rahayu pun sebelumnya mendapatkan kabar bahwa Mbah Maridjan meninggal dunia karena ada jenazah yang mirip dengan pembantu setia (alm) Sultan HB IX itu. Kabar terbaru ini berarti juga meluruskan informasi yang berkembang sebelumnya bahwa pria bergelar Raden Ngabehi Surakso Hargo itu telah diselamatkan dalam kondisi lemas semalam.
JENAZAH MBAH MARIDJAN JALANI TES DNA
Jenazah Juru Kunci Gunung Merapi,Mbah Maridjan menjalani tes DNA yang dilakukan tim dokter forensik Rumah Sakit Dr.Sardjito Yogyakarta,Rabu.
“Tes DNA itu untuk memastikan salah satu jenazah korban erupsi Merapi adalah Mbah Maridjan,”kata anggota tim Disaster Victim Identification Kedokteran Kepolisian Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Agung Hadi Wijarnako di RS Dr Sardjito Yogyakarta.
Ia mengatakan upaya melakukan tes DNA tersebut dengan pertimbangan bahwa Mbah Maridjan merupakan tokoh masyarakat setempat yang dikenal luas sehingga perlu kepastiaan terhadap jenazah yang diduga juru kunci Gunung Merapi itu.
Dari sejumlah 25 jenazah korban awan panas erupsi Gunung Merapi yang dibawa di RS Dr Sardjito itu, salah satunya memiliki ciri-ciri fisik yang dimiliki Mbah Maridjan di antaranya jempol tangan kanan bengkok.
“Selama ini Mbah Maridjan diketahui memiliki jempol tangan kanan bengkok,”katanya.
Selain tes DNA, kata dia tim kedokteran melakukan pengenalan fisik lewat tinggi badan, berat badan, struktur gigi dan baju dikenakan terakhir kali sehingga tim memastikan bahwa jenazah itu adalah Mbah Maridjan.
Menurut dia dari 25 jenazah korban awan panas itu, enam jenazah di antaranya belum terdientifikasi.Kondisi jenazah rata-rata 70 persen masih bisa dikenali.
“Sementara jenazah wartawan vivanews.com Yuniawan Nugroho dan relawan PMI Bantul sudah diambil keluarganya.”
Warga Lereng Merapi Bicarakan Kabar Tewasnya Mbah Maridjan
Kabar tewasnya Mbah Maridjan menyedot perhatian warga lereng Gunung Merapi. Setiap kerumunan warga, baik di pengungsian, pasar, dan di jalan-jalan ramai membicarakannya.
“Ini yang benar selamat kondisinya lemah, apa meninggal? Kok simpang siur. Semalem itu ada kabar dia ditemukan selamat, tapi kondisinya lemes. Tapi pagi ini kabarnya kok lain lagi,” kata Budi Santoso, salah satu perangkat desa.
Budi sedang bercakap-cakap dengan teman-temannya sesama perangkat desa di salah satu pengungsian di Hargobinangun, Pakem, Sleman, DIY, Rabu (27/10).
Di aula balai desa, yang juga menjadi tempat pengungsian para ibu-ibu dan lansia, kabar kematian Mbah Maridjan juga menjadi topik hangat. Sambil menyaksikan pemberitaan televisi, mereka pun berkomentar. Sebagian bahkan ada yang meragukan kabar kematian Si Mbah.
“Mbah Maridjan kan roso (kuat), dia kan linuwih (punya kesaktian). Moso meninggal,” ujar seorang ibu lansia.
“Tapi kok ora ono gambare (tidak ada foto) Mbah Maridjan yo. Ger omongan tok, ora ono gambare. Iki tenanan opo ora (cuma kabar, tidak ada foto. Ini betul atau bukan)?” timpal ibu lansia yang lain.
Tidak hanya itu, di pasar Pakem yang berjarak 1 km dari barak pengungisan, para pengunjung di lorong-lorong pasar juga ramai membicarakannya.
“Mas e wartawan nggih? Opo bener Mbah Maridjan meninggal? Kok kulo nggak percaya (Mas, Anda wartawan ya? Apa betul Mbah Maridjan meninggal? Saya tidak percaya),” kata Sri (38), pemilik warung makan.
“Bener kok. Wis metu neng TV, jare meninggale wae sujud (Betul kok. Sudah ada tanyangannya di televisi. Jasadnya dalam kondisi sujud). Mbah Maridjan kan memang sering nang Mushola,” timpal pengunjung yang lain.
“Nek ngono, engko gantine sopo (kalau begitu lalu siapa yang menggantikannya sebagai juru kunci Gunung Merapi)?” sahut Sri.
Korban Tewas di Sekitar Rumah Mbah Maridjan 16 Orang
Jumlah korban yang tewas di sekitar Rumah Mbah Maridjan akibat awan panas Gunung Merapi bertambah menjadi 16 orang. Di antaranya seorang wartawan dan seorang dokter polisi (dokpol).
Demikian disampaikan oleh anggota TNI dari Komandan Angkatan Laut (Danlanal), Kolonel Pramono kepada wartawan di Posko Hargobinangun, Jl Kaliurang KM 20, Sleman, Yogyakarta, Rabu (27/10). Tim Danlanal merupakan satu-satunya tim evakuasi yang berhasil mencapai rumah Mbah Maridjan.
“Di sepanjang jalan menuju rumah Mbah Maridjan, anggota menemukan 12 mayat dan langsung dievakuasi, diserahkan ke ambulans. Itu belum termasuk jenazah yang ada di rumah Mbah Maridjan 4 orang,” jelas Pramono.
Pramono menerangkan, timnya yang beranggotakan 37 orang ini melakukan evakuasi bersama-sama dengan tim lainnya, namun hanya timnya yang berhasil mencapai puncak karena menggunakan truk kuat.
Evakuasi pertama sempat tersendat, karena jalan banyak terhalang pohon yang tumbang. Setelah pohon dipindahkan, tim melanjutkan perjalanan ke rumah Mbah Maridjan dan akhirnya berhasil menemukan mayat bergelimpangan di sepanjang jalan.
“Yang meninggal itu satu wartawan, satu dokpol,” tuturnya.
Pramono menceritakan, saat tiba di desa Kinahrejo, situasi sangat mencekam. Banyak pohon yang tumbang dan kering. Sejumlah rumah bahkan masih dalam keadaan terbakar. Halaman rumah Mbah Maridjan sendiri dipenuhi abu setebal 10 cm.
“Di sana ketika anggota saya masuk, ketinggian abu sekitar 10 cm. Jadi begitu kaki menginjak, langsung ‘jlub’ seperti menginjak pasir,” terangnya.
Selain itu, bau belerang juga tercium sangat tajam di lokasi. Atas berbagai pertimbangan, maka Pramono memutuskan untuk menarik timnya.
“Tapi kemudian anggota terpaksa saya tarik pukul 23.00 WIB. Karena ada laporan kondisi di sana sudah tidak memungkinkan dilakukan evakuasi. Hanya tim kami yang sampai ujung sana. Ketika sampai di desa, tercium bau belerang yang kuat makanya segera saya tarik anggota,” jelasnya.
Wartawan VIVAnews Tewas di Rumah Mbah Maridjan
Seorang wartawan media online VIVAnews.com, Yuniawan Wahyu Nogroho, dipastikan sebagai salah satu korban tewas di rumah Mbah Maridjan.
Identitas Yuniawan alias Wawan diketahui dari bukti SIM di dompetnya yang tidak terbakar. Jenazah Yuniawan ditemukan bersama tiga jenazah lain di dalam rumah Mbah Maridjan yang hancur lebur.
Pimpinan Tim Evakuasi Kolonel (laut) Pramono membenarkan meninggalnya wartawan Vivanews itu. “Ya benar, salah satunya wartawan,” ujar Pramono.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan detikcom, Yuniawan berkunjung ke rumah Mbah Maridjan di desa Kinahrejo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta, siang tadi. Yuniawan ingin menemui Mbah Maridjan untuk melakukan wawancara khusus, meski Merapi sudah dinyatakan dalam kondisi ‘Awas’.
Relawan PMI Tewas Saat Menjemput Mbah Maridjan
Seorang Relawan Palang Merah Indonesia (PMI) tewas bersama 15 orang lainnya di sekitar rumah juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan. Relawan TNI ini tewas terhembus awan panas alias wedhus gembel dalam misi menjemput Mbah Maridjan.
“Ada Relawan TNI dari Bantul, Tutur Priyono, tewas di atas dan dibawa ke RS Sarjito,” ujar Sekretaris PMI Kecamatan Pakem, Wahyu Dwi Hantoro,” kepada wartawan di posko pengungsian Hargobinangun, Sleman, Yogyakarta, Rabu (27/10).
Wahyu menuturkan, Tutur tewas dalam misi menjemput Mbah Maridjan. Tutur terpanggang awan panas alias wedhus gembel yang dikeluarkan Gunung Merapi sore tadi. Rencananya, Tutur akan mengamankan Mbah Maridjan dari wedhus gembel tersebut.
“Tewas di atas bersama tim,” terang Wahyu.
Tim Evakuasi Sisir Desa Mbah Maridjan Dengan Alat Berat
Desa Kinahrejo, Sleman yang terletak hanya 4 kilometer dari Gunung Merapi, menjadi lokasi terparah yang terkena awan panas alias wedhus gembel. Sebelumnya telah ditemukan 16 orang tewas di lokasi tersebut. Oleh karena itu, tim evakuasi akan kembali menyisir lokasi tersebut, karena diduga masih ada korban yang belum ditemukan.
“Pagi ini kita menyisir kembali, bersih-bersih Desa Kinahrejo,” ujar Wakil Bupati Sleman, Yuni Satia Rahayu.
Yuni menjelaskan, penyisiran akan dibantu oleh anggota TNI dan Polri. Selain itu, pihaknya juga akan menggunakan alat-alat berat untuk menembus Desa Kinahrejo yang porak poranda akibat awan panas.
“Mulai pukul 08.00 WIB. Dengan bantuan dari TNI Polri. Ini kan perlu alat-alat berat. Kemarin panas sekali, pohon semua roboh, menutup jalan, jadi perlu dibantu alat berat,” tuturnya.
Sementara itu, mengenai korban tewas, Yuni belum bisa memastikan jumlah pastinya. Saat ini masih terus dilakukan identifikasi terhadap jenazah yang berhasil ditemukan.
“Kita sedang teliti untuk data lebih lengkap. Belum tahu siapa saja yang menjadi korban,” ucapnya.
Termasuk juga dengan keberadaan juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan. Meskipun disebut-sebut berhasil selamat, namun Yuni mengaku belum mendapat kepastian soal hal tersebut.
“Kita belum bisa pastikan itu,” ujarnya.
Letusan Merapi Bersifat Eksplosif, Sebabkan Banyak Korban Tewas
Jumlah korban tewas akibat awan panas (wedhus gembel) Gunung Merapi, sedikitnya 26 orang, kemarin lebih besar dibandingkan peristiwa letusan Merapi 2006 lalu. Sebab letusan 2010 lebih besar daripada 2006 yang menewaskan 2 orang.
“Dulu 2006 letusan Merapi masih tergolong normal. Sedangkan 2010 kemarin letusan Merapi berjenis eksplosif,” kata kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK), Subandriyo, saat berbincang dengan detikcom, Rabu (27/10).
Indikasi letusan eksplosif, dia melanjutkan, sudah terlihat dengan fenomena gelombang awan panas yang mengarah ke dusun sekitar Merapi. Ditambah lagi dengan dentuman yang beberapa kali terdengar saat erupsi terjadi.
“Jalur ke Kali Kuning itu yang paling rawan meski selama ini di situ relatif aman,” tutur Subandriyo.
Dia menampik jika korban tewas tersebut dikarenakan tidak ada peringatan dari pihak berwenang kepada masyarakat. “2-3 hari sebelum letusan sudah disosialisasikan ke warga dan meminta mengungsi, karena sudah diperkirakan berbahaya dengan status awas,” sanggahnya.
Menurut Subandriyo, kondisi Merapi saat ini relatif aman dibandingkan dengan hari kemarin. Proses evakuasi masih dilakukan tim SAR di Desa Kinahrejo, Cangkringan, Sleman. Desa ini merupakan kampung Mbah Mardjan. Di desa ini sekitar 16 jenazah ditemukan hingga semalam, belum termasuk Mbah Maridjan yang ditemukan Rabu pagi.
SEDIKITNYA 24 KORBAN TEWAS DITEMUKAN DI KINAHREJO
Sedikitnya 24 korban tewas akibat letusan Gunung Merapi ditemukan di Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Sedikitnya sudah ada 24 korban tewas yang ditemukan di Kinahrejo. Sebanyak 12 korban ditemukan pada Selasa (26/10) malam dan Rabu pagi ditemukan lagi 12 orang,” kata warga Kinahrejo, Umbulharjo Sutrisno, Rabu.
Umbulharjo Sutrisno mengatakan dua orang warga sampai saat ini masih belum diketemukan dan masih dalam pencarian.
“Ada kemungkinan dua warga yang belum ditemukan ini juga tewas akibat terjangan awan panas letusan Gunung Merapi,” katanya.
Ia mengatakan, sejak Selasa malam dirinya membatu evakuasi 12 korban tewas dan pagi ini ditemukan 12 lagi.
“Korban yang ditemukan ada yang berada di dalam rumah dan sebagian lagi di jalan,” katanya.
Hampir semua rumah warga di Kinahrejo hancur tersapu awan panas Gunung Merapi yang diperkirakan mencapai 600 derajat Celcius dengan kecepatan 300 kilometer per jam.
“Kondisi mayat korban mengenaskan dan ada yang mengalami luka bakar parah,” katanya.
Ia mengatakan, setelah dievakuasi, Tim SAR memasukkan korban tewas yang ditemukan tersebut ke dalam kantung mayat.
“Ada satu kantung mayat yang diisi dua mayat karena dalam posisi berpelukan, para korban kemudian dibawa ke RSUP DR Sardjito Yogyakarta,” katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman Mafilinda Nuraini mengatakan, jumlah korban tewas ada 19 orang, satu di RS Panti Nugroho dan 18 lainnya di RSUP DR Sardjito.
“Sedangkan korban luka-luka sebanyak 16 orang yang dirawat di rumah sakit rujukan korban bencana,” katanya.
Warga Mengungsi, Kegiatan Sekolah di Klaten Dipastikan Tetap Berjalan
Selain warga dewasa, ratusan anak-anak di Klaten juga turut menjadi korban Gunung Merapi. Namun demikian, kegiatan sekolah tak terganggu dan mereka dipastikan akan tetap menjalankan proses belajar mengajar.
“Kami sudah berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, semua siswa sekolah yang terpaksa harus mengungsi maupun siswa sekolah yang gedungnya dipakai untuk menampung pengungsi, besok (Rabu) pagi harus tetap menjalankan kegiatan belajar mengajar (KBM),” ujar Camat Kemalang, Klaten, Suradi kepada wartawan di pos pengungsian Desa Keputran, Selasa (26/10) malam.
Adapun lokasi yang dipakai untuk KBM adalah rumah-rumah warga di sekitar pos pengungsian. Tim pelaksana telah melakukan koordinasi dengan pemerintah desa setempat, serta para pengajar agar pelaksanaan KBM tetap berjalan baik.
Ratusan siswa sekolah dasar di empat desa di Klaten terpaksa berada di pos pengungsian akibat erupsi Merapi. Mereka berasal dari Desa Balerante, Desa Tegalmulyo, Desa Sidorejo dan Desa Kendalsari.
Selain itu, ratusan siswa di tiga desa di Kecamatan Kemalang juga terpaksa akan ikut belajar di rumah penduduk karena gedung sekolahnya dipakai untuk menampung pengungsi. Adapun gedung sekolah yang dipakai untuk penampungan itu adalah SMPN Kemalang 1, SDN Keputran 1, SDN Keputran 2, SDN Dompol 1, SDN Bawukan 1 dan SDN Bawukan 2.
Sedangkan dari pantauan detikcom di lokasi pengungsian, sebagian pengungsi saat ini sudah beristirahat. Namun ada juga yang masih terlihat bergerombol berbincang dengan sesama pengungsi atau dengan petugas yang menjaga pengungsian.
Pengungsi Letusan Gunung Merapi Mulai Terserang Penyakit
Suasana yang kurang kondusif ditambah pekatnya hujan abu membuat pengungsi letusan Gunung merapi mulai terserang penyakit. Beberapa pasien mulai dirawat karena terserang infeksi saluran pernapasan (ispa).
“Kondisi pengungsi sendiri rata-rata shock karena wedhus gembel turun saat suasana mulai gelap. Sebagian pengungsi saat ini tengah dirawat di posko kesehatan karena terserang infeksi saluran pernapasan karena menghirup abu dan belerang,” ujar Sekretaris PMI Kecamatan Pakem, Wahyu Dwi Hantoro,” kepada wartawan di posko pengungsian Hargobinangun, Sleman.
Wahyu menuturkan, PMI terus mendistribusikan perlengkapan untuk menjaga kesehatan para pengungsi. Namun demikian obat-obatan belum bisa didistribusikan karena kurangnya penerangan.
“Kami sudah mendistribusikan masker dan selimut agar tidak kedinginan dan menghirup abu belerang,” terang Wahyu.
Sultan Minta Warga Bertahan di Pengungsian
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubowono X, mengunjungi beberapa lokasi pengungsian bencana letusan Gunung Merapi di Sleman, Yogyakarta. Sultan meminta semua warga bertahan di pengungsian hingga kondisi aman.
“Jangan kembali ke rumah karena kondisi belum memungkinkan,” imbau Sultan di depan ratusan pengungsi di posko pengungsian Hargobinangun, Sleman, Yogyakarta, Selasa (26/10).
Sultan mengunjungi posko pengungsian tersebut selama 30 menit. Sultan menyalami beberapa pengungsi sambil menyerahkan bantuan secara simbolis kepada para pengungsi.
Sultan kemudian berkeliling ke posko pengungsian Merapi di RS Panti Nugroho, Sleman, dan Posko Cangkringan.
Hingga saat ini dilaporkan ribuan warga lereng Gunung Merapi mengungsi ke tempat yang aman. Awan panas alias wedhus gembel yang dihembuskan Gunung Merapi sore tadi telah meluluhkan pepohonan dan rumah di lereng merapi.
Termasuk rumah juru kunci Gunung Merapi, Mbah Maridjan. Rumah Mbah Maridjan ditemukan rata tanah, juga ditemukan 16 mayat di sekitar rumah tersebut. Saat ini korban tengah diidentifikasi.
Kondisi Gunung Merapi saat ini dilaporkan relatif tenang. Namun demikian warga diminta tidak terburu-buru kembali ke rumah masing-masing.
SULTAN: TANGGAP DARURAT DITANGANI PEMPROV DAN PEMKAB
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan masa tanggap darurat bencana Gunung Merapi ditangani pemerintah provinsi dan Pemerintah Kabupaten Sleman.
Sultan HB X mengatakan hal itu ketika mengunjungi Rumah Sakit Panti Nugroho, Pakem, Kabupaten Sleman, yang menjadi tempat perawatan sejumlah korban awan panas Merapi.
Ia mengatakan saat ini bantuan medis juga sudah dikerahkan optimal untuk menangani korban awan panas gunung itu.
Usai mengunjungi korban di RS Panti Nugroho, Sultan HB X bergegas menuju desa yang warganya banyak yang menjadi korban awan panas Merapi.
Sementara itu, sebanyak 14 korban awan panas Gunung Merapi hingga Selasa pukul 23.00 WIB masih dirawat di Rumah Sakit Panti Nugroho, Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
“Sedangkan korban meninggal teridentifikasi bernama Sugiman warga Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, dan satu korban lagi yang meninggal belum teridentifikasi,” kata salah seorang relawan, Bambang yang ikut membawa korban ke Rumah Sakit (RS) Panti Nugroho, Pakem.
Menurut dia, Sugiman saat dibawa ke rumah sakit masih hidup, tetapi tidak lama kemudian nyawanya tidak tertolong.
“Kemungkinan masih ada korban meninggal lainnya yang belum dapat dievakuasi, karena sejumlah relawan bersama tim SAR dan TNI serta Polri masih melakukan penyisiran di beberapa desa yang diterjang awan panas,” katanya.
PULUHAN TERNAK MATI DITERJANG AWAN PANAS MERAPI
Puluhan ternak milik warga yang berada di Desa Umbulharjo dan Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, mati akibat diterjang awan panas letusan Gunung Merapi Selasa (26/10) sore.
Pantauan ANTARA di kedua desa itu tampak puluhan ternak yang terdiri atas sapi dan kambing mati dalam kondisi kaku dan sebagian besar masih berada di dalam kandang.
Hewan-hewan piaraan milik warga tersebut tidak sempat diselamatkan para pemiliknya yang melarikan diri saat terjadi letusan Gunung Merapi.
Berdasarkan pendataan Satlak Penanggulangan Bencana Kabupaten Sleman di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Gunung Merapi yang meliputi Kecamtan Cangkringan, Pakem dan Turi sedikitnya terdapat 4.567 ternak berupa sapi dan kambing.
Populasi ternak di wilayah yang masuk Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Gunung Merapi tersebar di tiga kecamatan yaitu, Kecamatan Turi, Pakem, dan Cangkringan.
Untuk Kecamatan Turi meliputi Desa Wonokerto sebanyak 51 ekor sapi dan 320 ekor kambing, di Desa Girikerto sebanyak 19 ekor sapi dan 637 ekor kambing.
Di Kecamatan Pakem, yakni Desa Purwobinangun sebanyak 240 ekor sapi, 20 ekor kambing, Desa Hargobinangun sebanyak 99 ekor sapi, dan 87 ekor kambing.
Kemudian Kecamatan Cangkringan tersebar di Desa Umbulharjo sebanyak 484 ekor sapi dan 155 ekor kambing, di Desa Kepuharjo sebanyak 1.461 ekor sapi dan 339 ekor kambing serta di Desa Glagaharjo sebanyak 540 ekor sapi dan 115 ekor kambing.
Bupati Sleman Sri Purnomo mengatakan untuk “rojo koyo” harta benda milik warga termasuk ternak yang mati akan diberikan ganti rugi.
“Nanti kalau ada ternak mati akibat bencana akan kami beri ganti rugi,” katanya.
Keraton Yogyakarta Cek Meninggalnya Mbah Maridjan
Juru kunci (kuncen) Merapi Mbah Maridjan meninggal dunia. Pihak Keraton Yogyakarta, yang menunjuk Mbah Maridjan untuk bertugas di Merapi pun sudah melakukan pengecekan.
“Abdi dalem Gusti Prabu menelepon,” kata Kepala Rumah Sakit dr Sardjito, Heru Krisno Nugroho.
Pihak Keraton Yogyakarta pun kemudian menyebutkan sejumlah ciri-ciri yang dimiliki Mbah Maridjan, untuk dicek oleh tim medis dan dibandingkan dengan jenazah yang ditemukan.
“Mbah Maridjan memiliki ciri ibu jari bengkok dan sesuai (dengan jenazah),” jelasnya.
Mbah Maridjan ditemukan Tim SAR Yogyakarta sekitar pukul 05.00 WIB di dapur rumahnya. Dia ditemukan dalam posisi sujud. Tim SAR mengenali jasad Mbah Maridjan dari batik, sarung, dan kopiah yang dikenakan.
Namun untuk memastikan, tim medis juga melakukan tes DNA. Dokter dari kepolisian memeriksa DNA anak Mbah Maridjan. Informasi juga beredar kalau Sultan HB X akan mengunjungi RS Sardjito.
Mbah Maridjan menjadi kuncen Gunung Merapi atas titah Sultan HB IX. Namun SK-nya sebagai penjaga Merapi keluar di masa HB X.
Jenazah Mbah Maridjan & Korban Lainnya Disalatkan di Masjid RS Sardjito
Jenazah Mbah Maridjan dan 24 korban tewas Gunung Merapi lainnya masih berada di RS Sardjito, Yogyakarta. Rencananya jenazah-jenazah ini akan disalatkan di Masjid Asy-Syifa RS Sardjito.
“Ini rencananya jenazah Mbah Maridjan serta korban lain akan disalatkan di masjid RS Sardjito,” kata petugas dari Yayasan Bunga Selasih yang mengurusi jenazah korban, HIN Mufti Abu Yazid, di RS Sardjito, Sleman, Yogyakarta, Rabu (27/10).
Mufti mengatakan, pihaknya masih belum mengetahui pukul berapa jenazah akan disalatkan. Yayasan masih akan menunggu jenazah korban tewas lainnya yang masih belum bisa diidentifikasi.
“Rencananya akan disalatkan bersama-sama. Masih menunggu jenazah lainnya. Mbah Maridjan masih belum tahu dikebumikan di mana,” ujarnya.
Menurut Mufti, hingga kini masih belum ada satu pun keluarga korban tewas yang mendatangi rumah sakit. Untuk jenazah Mbah Maridjan dan 24 jenazah lainnya sudah teridentifikasi berada di ruang khusus. Sedangkan belasan jenazah lainnya yang belum bisa diidentifikasi berada di ruang otopsi.
“Sampai sekarang belum ada keluarga Mbah Maridjan yang ada di ruang forensik. Kita harapkan keluarganya segera datang,” jelasnya.
Di depan ruang forensik sejumlah orang berkerumun untuk melihat daftar nama jenazah yang sudah teridentifikasi.
Sementara itu, pengurus Masjid Asy-Syifa, Yoyo, mengatakan, belum ada konfirmasi dari pihak mana pun yang akan menggunakan masjid untuk menyalatkan jenazah korban tewas Gunung Merapi. Yoyo pun mengaku tidak ada persiapan untuk menyalatkan jenazah.
“Belum ada konfirmasi disalatkan di masjid. Saya nanti mau cari tahu lagi apakah masjid itu dipakai atau tidak,” ungkapnya.
Pantauan detikcom, Masjid Asy-Syifa tampak biasa saja. Hanya ada beberapa orang yang salat di dalam masjid. Tidak ada persiapan untuk membersihkan masjid untuk salat jenazah.
Jenazah Ilham Azaki Dimakamkan di Pengungsian
Sementara itu, Ilham Azaki, bayi 6 bulan bayi yang meninggal saat hujan abu Selasa (27/10), dimakamkan. Suasana duka menyelimuti proses pemakaman bocah malang tersebut.
Jenazah Ilham dimakamkan di tempat pemakaman umum (TPU) Sasono Loyo Pangsakti, Dusun Loyo, Desa Gulon, Kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah, Rabu (27/10). TPU itu berada di sekitar tempat pengungsian sementara (TPS) di SD Negeri 1 Gulon, Magelang.
Jenazah Ilham memang terpaksa dimakamkan di sekitar lokasi pengungsian, yang berjarak sekitar 15 km dari tempat asalnya di Dusun Gedangan, Desa Ngargosuko, Kecamatan Srumbung, Magelang. Sebab kondisi di Dusun Gedangan masih rawan bencana letusan Gunung Merapi.
Sebelum dimakamkan, anak pasangan Ponilah (27) (sebelumnya disebut Rukilah) dan Sriyanto (45) itu disalatkan terlebih dahulu di Masjid At-Taqwa. Puluhan pengungsi Merapi turut menyalati jenazah bocah tersebut.
Sebelumnya diberitakan, Ilham meninggal beberapa saat setelah hujan abu melanda desanya sekitar pukul 19.00 WIB. Saat kejadian, Ilham sedang digendong ibunya di depan rumah.
“Ibunya kemudian membawa Ilham masuk. Tapi tak lama kemudian, Ilham tampak lemas dan meninggal,” kata Trubus, adik Ponilah, kepada detikcom di RSUD Magelang.
Dokter RSUD Magelang, dr Ari Andriarini, menduga Ilham meninggal akibat gangguan sistem pernapasan. Penyebabnya bisa berbagai kemungkinan, antara lain korban terlalu banyak menghirup abu.
“Kedua, bisa jadi akibat kepanikan orang tua korban. Saat terjadi hujan abu, secara tidak sadar orang tua korban membekap saluran pernapasan korban dengan kuat. Hal itu menyebabkan korban tidak bisa mengambil napas,” ungkap Ari.
Usai upacara pemakaman, Suriman (55), paman dari korban menceritakan saat itu sekitar pukul 17.00, Ilham digendong ibunya Ponilah di depan rumah tiba-tiba terjadi hujan abu dan hujan kerikil.
Cerita lain disampaikan Suriman, paman korban. Menurutnya, saat hujan abu bercampur kerikil tiba-tiba turun, Ilham dan ibunya dievakuasi ke tempat pengungsian akhir (TPA) Tanjung dengan truk. Dalam perjalanan truk tersebut menabrak gerobak bakso.
“Tapi setelah sampai di TPA Tanjung, Ilham sudah meninggal,” ungkap Suriman.
Rumah Hangus, Sapi Terpanggang, Dusun di Lereng Merapi Bak Kampung Mati
Sunyi sepi. Kampung mati. Itu situasi di tiga dusun di lereng Merapi, Kinahrejo, Pelemsari, dan Ngrangkah, Sleman, Yogyakarta, pada Rabu (27/10) pada pukul 10.45 WIB. Sapi-sapi pun terpanggang.
Tiga dusun itu tersapu awan panas Merapi, Selasa, 26 Oktober sore. Rumah-rumah penduduk di tiga dusun itu rusak berat. Bangunan yang terbuat dari kayu, ludes terbakar. Jadi arang.
Pemandangan begitu mengenaskan. Ternak-ternak, di antaranya sapi-sapi mati terpanggang. Sebagian sapi sapi itu dalam keadaan sekarat. Sekujur tubuh sapi sapi itu sudah melepuh.
Semua penduduknya masih berada di pengungsian. Hanya tampak sejumlah anggota tim SAR yang melakukan pencarian korban letusan Gunung Merapi di reruntuhan rumah.
Salah satu rumah yang dicek oleh tim SAR adalah rumah milik Pringgo. Lokasi rumah Pringgo di bagian utara Dusun Ngrangkah. Namun tim SAR tidak menemukan Pringgo dan keluarganya.
Menurut saksi mata, Pringgo dan anaknya, saat Merapi meletus sedang mencari rumput di atas gunung. Namun informasi itu masih belum bisa dipastikan. Tim SAR masih terus mencari. Pringgo atau pun warga lainnya.
In Memoriam
Mbah Maridjan, Menepati Janji Sampai Mati
Seribu pertanyaan dari publik tentang keberadaan Mbah Maridjan terjawab sudah. Juru kunci Gunung Merapi itu ikut gugur di pangkuan gunung penebar kesuburan itu. Amanah Sultan HB IX untuk menjaga gunung paling berbahaya di Indonesia itu, selesai sudah.
“Dilihat dari batiknya dan kopiah yang dipakai di kepalanya kita yakin (itu jenazah Mbah Maridjan),” kata petugas Tim SAR Yogyakarta, Suseno, saat ditemui di RS dr Sardjito, Yogyakarta, Rabu (27/10). Mbah Maridjan ditemukan dalam posisi sujud di dapur. Luka bakar terdapat di tubuhnya. Bajunya robek-robek.
Nama Raden Ngabehi Suraksohargo atau yang lebih terkenal dengan panggilan Mbah Maridjan melambung seiring dengan peristiwa meletusnya Gunung Merapi, Yogyakarta, pada 2006 lalu.
Mbah Maridjan terkenal karena sebagai juru kunci Gunung Merapi, dia tidak mau mematuhi perintah untuk turun gunung oleh Sultan Hamengkubuwono X. Akibatnya, mata dunia pun terbelalak pada sosok renta yang sangat sederhana ini.
Bahkan, saking terkenalnya pria kelahiran Kinahrejo, Cangkringan, Sleman, tahun 1927 itu, Pemerintah Jerman yang saat itu sedang menggelar hajatan Piala Dunia bermaksud mengundang Mbah Maridjan untuk menghadiri pembukaan Piala Dunia 2006. Si Mbah lantang menolak. “Kalau saya ke Jerman, siapa yang mencari rumput sapi saya,” tutur pria sepuh itu.
Bagaimana Mbah Maridjan setelah dikenal dunia? Apalagi Si Mbah saat ini telah menjadi ikon produk jamu “Roso-roso”! Adakah perbedaan dengan Si Mbah setelah lebih ‘berada’? Ternyata tidak. Mbah Maridjan tetap seperti yang dulu, ramah, rendah hati dan selalu tersenyum menghadapi siapa pun meski belum kenal sama sekali.
“Saya ya tetap seperti ini,” ujar Mbah Maridjan dengan Bahasa Jawa khasnya saat ditemui detikcom di sela-sela kesibukannya yang terus menerima tamu di saat musim liburan Natal dan Tahun Baru, Senin (24/12) silam.
Mbah Maridjan menuturkan, pascameletusnya Gunung Merapi pada 2006 silam, banyak perubahan pada dirinya. Selain menjadi terkenal, dia menjadi ikon produk jamu yang juga membuat namanya semakin melambung.
“Tapi soal honor, itu bukan saya yang mengurusi. Tapi anak-anak saya, dan masyarakat juga menikmati hasilnya,” papar pria bersahaja ini.
Pengalaman lucu pun diceritakan Mbah Maridjan saat pengambilan gambar dalam iklan tersebut. “Waktu itu saya diajari agar saya mengangkat tangan saya sambil membawa gelas dan mengatakan ‘roso-roso’. Sering diulang,” kata Mbah Maridjan disambut tawa para tamunya.
Karena usianya yang semakin renta, Mbah Maridjan mengaku sudah tidak kuat lagi melakukan aktivitas sehari-hari semisal berladang dan mencari rumput. “Rumput satu kali mencari biasanya bobotnya 50 kilo. Jadi pundak saya sudah nggak kuat untuk mengangkatnya,” cerita Mbah Maridjan sambil tertawa.
“Kan sudah minum jamu ‘roso-roso’ itu, Mbah?” Mbah Maridjan hanya tertawa lebar mendengar pertanyaan tersebut.
Sayangnya, saat itu Mbah Maridjan tidak mau lagi difoto bareng dengan pengunjung. Hal ini berbeda 2006 lalu tatkala Si Mbah dengan sabar bersedia meladeni tamu yang hendak berpose dengannya.
“Nanti kalau mau difoto tembok saya sudah nggak bisa lagi menampung foto-fotonya,” ujar si mbah sembari menunjukkan foto-foto Mbah Maridjan dengan berbagai pose yang terpampang di tembok rumahnya.
Namun kini, sosok sederhana dan rendah hati ini telah tiada. Mbah Maridjan menepati janjinya kepada Sultan HB IX untuk terus menjaga Merapi sampai akhir hayat.
Selamat jalan Mbah, di mata kami, sampeyan tetap roso!
Potongan Kulit Manusia Banyak Ditemukan di Sekitar Rumah Mbah Maridjan
Potongan kulit manusia banyak ditemukan di sekitar rumah Mbah Maridjan di Kinahrejo, Cangkringan, Sleman. Petugas dari tim SAR dan PMI pun mengumpulkan kulit-kulit itu dan membawanya ke RS dr Sardjito.
“Kurang lebih 100 meter di bawah rumahnya Mbah Maridjan,” kata anggota PMI Sleman, Setyadi di RS dr Sardjito, Yogyakarta, Rabu (27/10).
Dia menjelaskan, potongan kulit itu kini sudah diperiksa tim forensik RS dr Sardjito. “Diduga dari kulit tangan dan pergelangan kaki manusia,” imbuhnya.
Total ada 10 potongan kulit berwarna coklat muda itu. Ukuran masing-masing lebarnya sekitar 10 cm. “Sejauh ini belum bisa dipastikan kulit-kulit ini dari berapa orang,” jelasnya.
Data terakhir RS dr Sardjito, korban tewas akibat awan panas Merapi ada 26 orang. Salah satu korban yakni Mbah Maridjan. Umumnya korban ditemukan di sekitar rumah Mbah Maridjan.
Petugas kini masih melakukan identifikasi atas sejumlah jenazah karena ada beberapa yang belum dikenali. Jasad yang disebutkan Mbah Maridjan juga di tes DNA. (Ant/detikcom/d/f/h)